Rabu, 04 Mei 2011

Anak & tali


Rasanya terlalu banyak hari kuhabiskan mengeluh,
Hari-hari sudah menggiring ku terlalu jauh,
Lelah peluh terus membisiki untuk berpulang,
Menuju sepetak kamar untukku terpejam tenang.

Kali ini dan kemarin, aku tapaki jalan yang sama,
Tapi aku tak menjangkau analisa,
Bahwa di persimpangan yang tak jauh disana,
Sedang berjalan kehidupan dalam koridor nasib yang berbeda.






Ternyata jauh tak terhitung adanya anak-anak terlunta,
Mereka dijajakan menderita kemana pun berada,
Berjalan tergesa atau terseok pun tak berbeda,
Karena dinamika bagi mereka hanya utopia berjeda

Langkah itu hanya menjadi pemicu jeda,
Menghentikan derita menuju sengsara,
Menghilangkan lapar dan beralihkan dahaga,
Menyingkirkan rasa takut menjadi waspada,

Setiap malam, menerima rasa hampa tanpa bertanya,
Setiap malam, memusuhi kantuk, karena harus terjaga,
Di saat tidak pernah adanya penawaran dunia,
Yang dapat membuat mereka lelap terlena,

Hentian langkah hanya akan membuat mereka teringatkan,
"Aku ini anak jalanan"

Aku berhenti,
Bernapas panjang seolah akan mati,
"Jalan apa yang aku tuju saat ini?"
Merasa letih seolah lalu berhak menikmati kompensasi pribadi?

Napasku terhenti,
Seketika aku gagal menjawab tanya sang hati,
"Apa yang aku sudah beri selama ini?"
Jelajahi sekitar, setiap orang pun masih mengurus kepentingan sendiri


Aku tidak punya banyak cinderamata istimewa,
Buah kerasnya hidup di dunia,
Bagiku pun hidup ini sederhana,
Dari tanggal satu dan seterusnya terpolakan sama.

Aku nikmati malam dengan selimut lembut dan bantal tua,
Merasakan rengkuh sejuk kamar ukuran tiga kali lima,
Menikmati mimpi yang mungkin berkesan,
Diselimuti kedamaian dan disandarkan kenyamanan

Sementara?

Anak-anak yang diabaikan keadilan kota,
Mereka bahkan tidak menikmati kebahagiaan sederhana,
Hidup ini memang panjang bagi siapapun juga,
Namun uluran tangan bukan wacana belakang
Aku disini, menghentikan derap kaki,
Menenggelamkan diri dalam kontemplasi,
Aku membuka mata,
Dan menerima kesadaran yang sama,

Bahwa dinamika hanyalah utopia berjeda.
Siapapun anak-anak itu nantinya, 
 meraka berhak ,bermimpi yang sama
Dengan selimut dan bantal yang (akan) ada.

Aku bisiki Tuhan, "Petakan lah hukum semesta-Mu untuk lebih nikmat dijalani, lebih indah dimaknai, lebih terjangkau dimengerti"

Langkah ini terasa baru,
Jeda ini menjadi transisiku,
Mengalihkan wacana menjadi rencana,
Untuk mereka!

Ku datang dengan bantal dan selimut,
Untuk mengantar mereka bermimpi tanpa takut,
Menghangatkan mereka dari dingin dan kabut,
Dan kuceritakan dongeng sebelum tidur, "Ibukota ku adalah badut"

Anak-anak itu tertawa,
Setelah merubah proyeksi pandang melihat dunia,
Dan tampak dimana kerasnya zaman tidak lebih hanya lelucon jenaka,
Sementara kebahagiaan luar biasa singkatnya hanya...